Pelaku Hoaks Dan Ujaran Kebencian Akan Dihukum Sesuai Undang-Undang

JAKARTA-GemilangNews.com

Plt. Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu mengatakan, maraknya penyebaran hoaks karena tingkat literasi di Indonesia sangat rendah, salah satunya bisa dilihat dari minat baca buku yang rendah.

Hal ini disampaikannya dalam Diskusi Publik Institute for Indonesia Local Policy Studies (ILPOS) dengan tema ‘Menjadi Pemilih Cerdas Melawan Maraknya Hoaks dan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu 2019’, pada Kamis (10/1/2019) di Matraman, Jakarta.

Ferdinandus menjelaskan tiga tipe penyebar hoaks. Ada tiga tipe penyebar hoaks, yang pertama adalah orang yang tulus, apa adanya dan pada umumnya mereka adalah orang tua.

“Mereka polos, jadi ikhlas saja menyebarkan karena mereka memang cenderung gagap teknologi. Mereka cenderung tidak punya kemampuan mengklarifikasi di Google atau lainnya,” jelasnya.

Tipe kedua adalah adalah orang yang sudah tahu bahwa itu hoax, namun tetap menyebarkannya karena hoax tersebut sesuai dengan keyakinannya. Di Indonesia, tipe ini paling banyak ditemukan saat ini. Terakhir adalah mereka tahu hoax, tapi demi uang, mereka mau menyebarkannya.

“Maka dari itu, kita cintailah bangsa kita ini dengan menjaga kedamaian dan kenyamanan tanpa hoaks dan ujaran kebencian,” pungkas Ferdinandus.

Sementara itu, Kasubdit III Dittipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Pol. Kurniadi mengatakan bahwa pelaku penyebar hoaks dan ujaran kebencian akan dihukum sesuai Undang-Undang yang berlaku.

“Kita punya cara sendiri demi menegakkan hukum sesuai pelanggaran yang dilakukan. Hingga saat ini, Direktorat Tindak Pidana Siber telah menemukan ribuan akun hoaks, ujaran kebencian, dan akun-akun radikal,” ujarnya.

Namun, Kurniadi mengatakan pihaknya tidak memasang kaca mata kuda dalam menangani para pelaku tersebut namun menggunakan pendekatan restoratif justice.

“Karena kita memandang perkembangan teknologi kita itu terlalu cepat, budaya kita itu masih menyesuaikan perkembangan teknologi itu,” kata Kurniadi.

Pengamat Etika Komunikasi, Dodi Lapihu menjelaskan tentang perkembangan teknologi yang memiliki dua wajah yang saling bertentangan.

“Pada satu sisi teknologi mampu menciptakan perubahan ekonomi, sosial, politik, dan ketahanan bangsa. Di sisi lain, teknologi mampu memecah-belah bangsa akibat derasnya arus komunikasi yg bermuatan hoaks dan fitnah. Penyebaran hoaks melalui media sosial dapat menggiring opini publik sehingga mempolarisasi masyarakat dengan informasi palsu yang bersifat tendensius dengan sentimen terhadap SARA,” ujarnya.

Menurut Dodi yang merupakan dosen di Universitas Katolik Atma Jaya ini, apabila hal ini dibiarkan, maka Indonesia semakin dekat dengan era post-truth, dimana masyarakat tidak lagi percaya dengan fakta obkektif, melainkan hanya percaya dengan informasi yang sesuai dengan keyakinan atau seleranya saja.

“Menjelang pesta demokrasi, penyebaran hoaks akan semakin marak. Masyarakat harus benar-benar jeli membaca berbagai informasi di media sosial. Para elit politik dan tokoh masyarakat juga harus mengedepankan etika komunikasi, yakni menyampaikan informasi yang benar, bukannya fitnah ataupun bermuatan kebencian,” tutup Dodi. (Red GN)

CopyAMP code

Reader Interactions

Trackbacks

  1. … [Trackback]

    […] Read More Info here to that Topic: gemilangnews.com/2019/01/10/pelaku-hoaks-dan-ujaran-kebencian-akan-dihukum-sesuai-undang-undang/ […]

  2. … [Trackback]

    […] Read More Information here on that Topic: gemilangnews.com/2019/01/10/pelaku-hoaks-dan-ujaran-kebencian-akan-dihukum-sesuai-undang-undang/ […]

  3. … [Trackback]

    […] Information on that Topic: gemilangnews.com/2019/01/10/pelaku-hoaks-dan-ujaran-kebencian-akan-dihukum-sesuai-undang-undang/ […]

  4. … [Trackback]

    […] Here you will find 7079 more Information to that Topic: gemilangnews.com/2019/01/10/pelaku-hoaks-dan-ujaran-kebencian-akan-dihukum-sesuai-undang-undang/ […]

JELAJAHI

error: Content is protected !!